Cerita PMM 3: Harmoni Keberagaman di Saung Angklung Udjo
Angklung di Saung Angklung Udjo
Sabtu (30/ 09) usai dari Museum Geologi Bandung, kami menuju ke destinasi terakhir, Saung Angklung Udjo. Aku rasa ini benar-benar destinasi terakhir yang paling menyenangkan diantara semua destinasi yang sudah kami kunjungi selama kegiatan Modul Kebhinekaan.
Begitu sampai di Saung, kami
lantas mengambil tempat untuk makan siang dahulu. Menu makan siang ini
benar-benar memperbaiki gizi kami sebagai anak kosan, ada ayam, daging, sayur dan
buah. Biasanya aku di kos hanya makan mie instan ataupun makanan sembarangan
tanpa memperhitungkan kandungan gizinya, selagi itu membuat perut kenyang.
Usai makan siang kami lanjut untuk mengambil tempat duduk di balai utama. Aku dan teman-teman kelompokku duduk di barisan paling belakang. Di tempat itu, kami diajak menyaksikan kebudayaan Sunda dan Nusantara. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan diiringi alunan alat musik angklung, sungguh indah sekali.
Kemudian MC yang memandu acara
itu mempersembahkan penampilan selanjutnya yakni Wayang Golek. Pagelaran Wayang
Golek yang seharusnya ditampilkan dalam semalam suntuk, ini diringkas dalam
waktu beberapa menit saja. Bayangkan jika kami disuguhkan dalam durasi
sebenarnya dalam menampilkan Wayang Golek tersebut, yang ada kami akan menginap
di tempat itu.
Sedikit perbedaan antara
penampilan Wayang Golek di Sunda dengan Wayang Kulit di Jawa bagian timur.
Wayang Golek ditampilkan langsung dihadapan penonton, sementara Wayang Kulit
ditampilkan dibalik tabir sehingga penonton hanya menyaksikan bayangan dari si
wayang.
Tak kalah menarik, penampilan
selanjutnya ada Helaran atau arak-arakan untuk anak lelaki yang baru di sunat
dalam budaya Sunda. Dalam penampilan tersebut terdapat seorang anak lelaki yang
duduk di atas tandu yang diarak oleh beberapa orang dewasa. Turut diiringi juga
dengan musik-musik dan tari-tarian yang dibawakan oleh anak-anak lucu nan
menggemaskan.
Dari gerombolan bocah-bocah itu,
ada beberapa nama yang aku ingat, Nasya gadis kecil salah satu murid Saung
Udjo, Fauzan bocah dua tahun yang menggemaskan dan Kawitan anak lelaki lima
tahun yang sama menggemaskannya seperti Fauzan dan Nasya. Mereka terlihat lihai
dan tanpa canggung di atas panggung dengan ditonton oleh banyak pasang mata.
Aku salut sekali dengan mereka.
Penampilan demi penampilan budaya
disuguhkan untuk kami pengunjung PMM 3 UNPAD juga pengunjung domestik dan asing
lainnya. Tiba pada waktu yang mengasyikkan yakni praktik langsung bermain alat
musik khas Sunda yang terbuat dari bambu itu, Angklung. Ternyata Angklung
terdiri dari beragam tangga nada yang disebut sebagai tangga nada pentatonis
tradisonal.
Kami dibagi satu orang satu
angklung dengan tangga nada yang berbeda-beda tiap orangnya. Aku mendapatkan tangga
nada lima atau nada sol yang disebut sebagai nada Sulawesi. Kami diajak
memainkan beberapa lagu Indonesia dan lagu luar. Yang aku ingat ada lagu Laskar
Pelangi dan lagu Falling in Love. Sungguh indah sekali lagu-lagu itu dibawakan
dengan alunan alat musik angklung.
Aku, Billa dan Yusril kebetulan
duduk satu barisan, selama membawakan angklung kami sangat riang sekali.
Sampai-sampai Billa berkata padaku, “maaf
ya gi kalau aku berisik, aku excited banget soalnya,” ujar Billa. Billa pun
memasang kamera yang merekan kami bertiga selama memainkan alat musik angklung.
Memasuki akhir acara, kami diajak
bergoyang ria di balai dengan iringan lagu-lagu koplo dan lagu-lagu daerah.
Semua orang turut menggerakkan tubuhnya dan larut dalam menikmati musik yang
asyik sekali. Aku, Billa dan teman-teman lainnya tak mau ketinggalan, kami
wajib yang paling heboh di sana. Bukan apa-apa, kami hanya mengekspresikan
perasaan senang dan gembira mengikuti acara ini.
Seusai acara, kami lantas
beranjak untuk berbelanja oleh-oleh di gerai yang tersedia. Tengah sibuk
memilih oleh-oleh, aku ditelpon teman lamaku, Rasyid. Aku mengenalnya sejak
2020 lalu saat acara Forum Anak yang terselenggara secara daring. Kemudian kami
pernah bertemu secara langsung pada kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan
Save The Children Indonesia pada 2022 lalu.
Angklung untuk bisa menghasilkan
alunan musik indah perlu kombinasi kumpulan nada-nada. Angklung yang saya
mainkan adalah nada lima atau nada sol yang disebut sebagai nada Sulawesi. Ada
pembelajaran berharga di balik keindahan melodi angklung, bahwa keberagaman
akan menciptakan harmoni yang indah dalam kehidupan.
Komentar
Posting Komentar