Cerita PMM 3: di Museum Geologi Cerita Kita Terpatri

Sabtu (30/ 09) merupakan kali keduaku berkunjung ke Museum Geologi Bandung. Saat kunjungan pertama, aku melihat pameran fosil manusia purba Sangiran. Kali ini aku berkunjung lagi untuk memenuhi kegiatan terakhir Modul Kebhinekaan PMM 3 Universitas Padjadjaran.

Sebenarnya aku merasa biasa saja untuk berkunjung ke sana, sebab aku sudah lebih awal mengetahui isi dari museum tersebut. Namun, ada satu hal yang membuatku bersemangat hari itu, akan ku ceritakan di paragraf bawah.

Perjalanan dimulai pagi sekali, berangkat dari kampus UNPAD menuju museum dengan suasana yang berbeda dari sebelumnya. Bis yang kami tumpangi tidak seperti bis biasanya, bis kali ini dengan fasilitas yang apa adanya dan tidak selengkap bis minggu-minggu sebelumnya.

Ditambah pada saat hendak berangkat, bis kami secara tiba-tiba membuat terkejut dengan mundur dan mengerem mendadak. Sontak seiisi bis menjerit kaget dan takut. Dengan nada panik kami berucap, “pelan-pelan pak sopir,” ada juga yang berucap “aman kan pak?” seperti meragukan keamanan kami untuk perjalanan ini.

Puji syukur bis yang kami tumpangi cukup aman untuk melakukan perjalanan. Mengambil posisi paling depan, Kakang Tour Guide menyampaikan permohonan maaf pada kami. Saat suasana kembali tenang, si Kakang melanjutkan tugasnya, yaitu memandu kami dalam menyampaikan informasi seputar destinasi yang akan dikunjungi. Diselingi ice breaking dan beberapa games, mata yang semula kantuk ingin terpejam menjadi melek.

Namun, beberapa raut wajah teman kelompokku, Nabil dan Veri, selama perjalanan seperti orang yang sedang menahan emosi. Entah karena perjalanan ini tidak menyenangkan bagi mereka atau prihal lain, aku pun bingung saat itu. Apalagi Billa mengeluh sakit pada saat perjalanan, memasang wajah lemas dan pucat Billa hanya terduduk lesu.

Di tengah perjalanan Lisa mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Ternyata itu adalah hadiah buat kami sekelompok. Entah apa gerangan Lisa memberi kami hadiah berupa gelang bertuliskan B14 dan coklat juga permen. 

Aku sempat mengira dia ulang tahun, rupanya tidak. Tiba-tiba aku teringat akan perjalanan ini menjadi field trip terakhir kami. Spontan aku mengira Lisa sedang mengucapkan perpisahan Modul Kebhinekaan pada B14 melalui hadiah ini.

Sesampainya kami di Museum Geologi, seperti biasa kami berkumpul untuk melakukan sesi poto di halaman museum. Selesai mengambil foto, kami mengantre untuk tiket masuk. Di dalam museum tujuan utamaku bukan melihat koleksinya melainkan mencoba alat simulasi gempa yang waktu itu belum sempat aku coba. Bergegas di tengah-tengah kerumunan aku mengajak teman-teman kelompokku untuk turut ikut ke lantai dua.

Ternyata lebih mengerikan bis kami sebelum berangkat tadi, ketimbang alat simulasi gempa itu. Dengan skala yang kecil kami dapat merasakan gempa yang sedang terjadi. Selesai mencoba alat itu, kami melanjutkan keliling untuk melihat-lihat isi museum lainnya.

Sampai tiba waktu kunjungan museum telah habis, kami disilakan untuk keluar meninggalkan gedung museum supaya bergantian dengan rombongan pengunjung yang lainnya. Di luar, kami berkumpul sejenak untuk membahas rencana yang akan kami lakukan. Inilah yang membuatku bersemangat hari itu.

Tiba-tiba masuk pesan WhatsApp dari grup chat kelompok, rupanya Billa jatuh pingsan dan sedang diistirahatkan di dalam bis. Aku segera menelpon Ibu Najmi, Dosen Modul Nusantara kami, untuk mengabarkan kondisi Billa.

Sesampainya di bis, ada Veri dan Nabil dengan raut wajah yang sama seperti saat perjalanan menuju museum. Ibu Najmi kelihatan seperti panik melihat kondisi Billa, namun Nabil dan Veri secara tiba-tiba cekcok adu mulut. Veri menyalahkan Nabil yang menurutnya tidak becus menjaga Billa, kebetulan terakhir kali Billa bersama Nabil.

Tak berselang lama dari beradu mulut, Veri dan Nabil berkelahi di depan mata Ibu Najmi. Ibu Najmi sepertinya kebingungan harus fokus ke kondisi Billa atau melerai Veri dan Nabil yang berkelahi. Dengan wajah panik, Bu Najmi hanya berkata, “kalau kalian masih berkelahi saya marah,” yang ditujukan pada Nabil dan Veri, kemudian langsung fokus pada kondisi Billa.

Aku di situ juga kelabakan, bukan pada situasinya tapi mencari Vero. Aku keluar bis dan menemui Vero yang ternyata bersembunyi di balik bis sebelah. “Gimana gi, udah bisa sekarang?” Tanya Vero padaku. “Aman Ver, ayo cepat nyalakan lilinnya,” jawabku dengan tergesa-gesa membuka korek kayu untuk menyalakan lilin.

Bergegas kami berjalan hati-hati menuju bis. Di depan bis teman-teman lainnya sudah menunggu kami. Di dalam masih ada Ibu Najmi dan Teh Halimah yang menjaga Billa, juga Veri dan Nabil yang masih berkelahi. Kami pun berjalan masuk, dan…

“Happy birthday, Ibu Najmi!”

Kami masuk sambil menyanyikan lagu ulang tahun untuk Ibu Najmi. Ibu Najmi tampak bingung sambil kami jelaskan bahwa Billa hanya berpura-pura sakit dan Veri maupun Nabil hanya berpura-pura berkelahi untuk membuat rusuh suasana.

Dari sebelum berangkat, Veri dan Nabil dengan raut wajah menahan emosi serta Billa yang mengeluh sakit hanyalah berpura-pura. Hal itu sudah mereka lakukan selama perjalanan supaya totalitas saat bersandiwara di depan Ibu Najmi.

Ibu Najmi dengan wajah yang masih sedikit bingung pun turut tersenyum tipis, sambil mengucapkan terima kasih pada kami. Suasana berubah menjadi gembira, namun mendadak menjadi panik saat lilin ulang tahunnya ternyata sulit dimatikan. Kami lantas membawanya keluar bis dan Alif dengan segera mencabut lilin-lilin itu dari atas kue.

“Yeay! Misi berhasil,” ucap kami.

Kelompok B14 foto bersama Ibu Najmi setelah memberi kejutan ulang tahun

Terima kasih sudah membaca!

Tulisan ini adalah tulisan logbook PMM minggu ke-enamku.

Nantikan cerita-cerita PMM lainnya di blog ini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Putih Abu-abu

Koalisi Hati dan Pikiran Dalam Dialog Diri

Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri