Tradisi Melayu Bengkalis, Gemerlap Lampu Colok Menyambut Idul Fitri

Lampu Colok di Desa Pangkalan Batang, Bengkalis

Pengaruh agama Islam yang melebur dalam kehidupan masyarakat mampu melahirkan beragam tradisi dan budaya khususnya dalam menyambut hari raya Idul Fitri. Menjelang hari raya Idul Fitri ada banyak cara masyarakat menyambut dan memeriahkannya dengan penuh sukacita. 

Masyarakat Melayu Bengkalis di Riau misalnya, sudah berpuluh-puluh tahun langgeng dengan tradisi Festival Lampu Colok yang digelar setiap malam tujuh likur atau malam 27 Ramadan.

Lampu colok merupakan lampu pelita tradisional yang biasanya disusun menyerupai bentuk Masjid. Tradisi ini menjadi bukti betapa kuatnya pengaruh Islam pada masyarakat Melayu Bengkalis.

Dahulu lampu colok digunakan oleh masyarakat Melayu Bengkalis sebagai penerang jalan karena belum tersedianya listrik. Terlebih saat bulan Ramadan tiba, lampu colok disusun di jalan sebagai penerang menuju Masjid ataupun Surau. 

Hingga kini kebiasaan menyalakan lampu colok masih eksis dan lestari saat bulan Ramadan. Kebiasaan inilah yang menjadi awal lahirnya tradisi Festival Lampu Colok.

Dilombakan dengan Hadiah Belasan Juta

Sebagai upaya mempertahankan eksistensi tradisi lampu colok pada masyarakat Melayu Bengkalis, pemerintah daerah setempat pun menjadikan tradisi ini sebagai lomba tahunan. Pesertanya merupakan perwakilan tiap desa yang ada di Bengkalis. Pemerintah desa, masyarakat dan pemuda dari setiap desa saling bergotong royong memperebutkan piala bergilir tersebut.

Tak main-main hadiah yang ditawarkan cukup fantastis senilai belasan juta rupiah. Untuk itu, tiap peserta juga berusaha keras membuat lampu colok dengan berbagai model bentuk Masjid yang menawan. Untuk modal pembuatan lampu colok ini diperoleh dari desa yang ditambah dengan dana swadaya masyarakat.

Pada malam puncak, 27 Ramadan juri yang terdiri dari dinas pariwisata Bengkalis melakukan penilaian di masing-masing desa tempat peserta Festival Lampu Colok. Salah satu penilaian lampu colok ini berdasarkan pada estetika bentuk lampu colok yang dibuat peserta.

Dengan diadakan Festival Lampu Colok pemerintah daerah Bengkalis berharap dapat menarik pariwisata daerahnya. Disamping lestarinya tradisi masyarakat Melayu Bengkalis. Terlebih hadiah yang digelontorkan cukup fantastis sehingga membuat semangat partisipasi tiap desa dalam memeriahkan festival ini.

Nilai-nilai Gotong Royong dan Kerja sama yang Kental

Lampu colok bukan sekedar tradisi tahunan yang turut mewarnai kemeriahan menyambut hari raya Idul Fitri. Terdapat banyak nilai-nilai luhur yang turut diwarisi secara turun temurun melalui Festival Lampu Colok. Diantaranya nilai-nilai gotong royong dan kerja sama.

Dimulai dengan merancang model bentuk lampu colok, mencari kayu sebagai dasar kerangka, membangun kerangka dan menghias semua dilakukan bersama-sama. Pemerintah desa dan masyarakat, orang tua dan orang muda semua berpartisipasi dalam memeriahkannya. Ada yang membantu tenaga dan ada juga yang membantu materi.

Semangat gotong royong dan kerja sama inilah yang mencerminkan bagaimana suku Melayu Bengkalis hidup bermasyarakat. Suatu warisan yang berharga dalam membangun keharmonisan, kerukunan dan kekeluargaan.

Yogi Kurniawan***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri

Bandung Lautan Cinta, Kemagisan Bandung dengan Segala Romantisasinya