Bandung Lautan Cinta, Kemagisan Bandung dengan Segala Romantisasinya

"Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah Geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi." 

Siapa yang tidak kenal dengan puisi Pidi Baiq tentang Bandung? betapa romantis kota Bandung baginya. Pun bagi MAW Brower yang mengatakan Bandung (bumi Pasundan) lahir ketika Tuhan sedang tersenyum. Kedua orang itu adalah contoh dari banyak orang yang menemukan cintanya di kota Bandung, semagis itukah Bandung memberi kenyamanan?

Sabtu (26/ 08) langkah yang disertai harapan ku bawa pada Bandung yang berjulukkan Kota Kembang. Menjelajah kemagisan Bandung, menjajal apakah aku akan sama seperti mereka yang menemukan cintanya di Bandung. Bermodalkan dua ribu rupiah naik kendaraan umum untuk sekali berangkat, aku memilih Braga dan Asia Afrika sebagai destinasi utama.

Braga kalau ku lihat mirip seperti Malioboro yang ada di Jogja. Jika Jogja dikenal dengan keistimewaan budayanya, maka Bandung layak rasanya dikenal sebagai kota romantis di mana kisah cinta Dillan dan Milea tumbuh di sini. 

Tak jauh dari Braga aku beranjak ke Asia Afrika, disinilah ikon romantisasi Bandung terekam di atas tembok jalanan, di mana dua puisi manis milik Pidi Baiq dan MAW Brower tersandar.

Jalan Asia Afrika tempat tersandar puisi Pidi Baiq dan MAW Brower

Ku pahami tulisan-tulisan itu sambil menerka rasa, mencari arti Bandung dalam diriku. Bagiku mungkin masih terlalu dini untuk menemukan cinta di Bandung. Entah itu pada orangnya, atau makanannya, atau kotanya, atau lainnya tentang Bandung.

Sambil menyusuri pesona di sekitar, aku menemukan kehangatan pada Bandung yang sebenarnya lebih dingin dari daerah asalku di Riau. Kehangatan yang tiba-tiba merangkul itu datang dari senyum ramah warganya. Entah mungkin karena aku seorang pendatang baru di kota ini, tapi bagiku itu istimewa sekali.

Tak lupa panggilan "Akang-Teteh" yang kerap ku dengar hampir di setiap sudutnya, sekilas aku amat asing dengan sapaan itu. Namun, dibaliknya terkandung makna dan nilai-nilai yang aku pahami, membuatku belajar dalam menghormati orang lain. Sepertinya aku akan lebih banyak mengucapkan dua kata tersebut selama tinggal di Bumi Pasundan.

Akhirnya pukul empat sore, aku merasa letih menjelajahi dua sudut kota Bandung. Padahal masih banyak sudut lainnya yang belum sempat aku jelajahi. Sengaja berangsur-angsur menjelajahi Bandung supaya aku masih punya destinasi lain untuk mengunjungi Kota Kenangan itu. Semoga kunjungan selanjutnya aku telah menemukan cinta di Bandung.

Terima kasih sudah membaca!

Tulisan ini adalah tulisan logbook PMM 3 minggu pertamaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri