Postingan

Menampilkan postingan dari 2023

Cerita PMM 3: Sudah Jangan ke Jatinangor, Nanti Kamu Terlanjur Nyaman

Gambar
Penghuni Pondok Kita di Jans Park "Sudah Jangan ke Jatinangor" Melangkahkan kaki menembus batas ragu. Menempuh berkilo-kilo jarak, hanya untuk ke Jatinangor. Apa istimewanya kota ini? Apakah seperti Jogja yang kerap diromantisasi keistimewaan budayanya? Atau Bandung dengan puisi-puisi Pidi Baiq? Entahlah, yang jelas ada kebanggaan serta mimpi di Jatinangor, tepat di kampus biru dongkernya. Manusia Yogi Jatinangor, 26 Agustus 2023 Banyak hal manis di Jatinangor, banyak juga hal pahit atau bahkan hambar. Tak terasa tulisan di atas yang ku tulis tepat saat awal menginjakkan kaki di Jatinangor sudah akan menjadi kenangan. Sebab tak kurang dari sebulan lagi akan meninggalkan kota ini. Jatinangor dan segala ceritanya terbingkai dalam benakku. Berat rasanya berpisah dengan tempat ini. Ada nasi goreng Mama Kukus yang masih ingin ku coba, Kantin Jatinangor tempat makan favorit, Pujasera tempat nongkrong murah meriah, Jatos tempat melepas setres dan banyak tempat lainnya. Kalau bukan k

Cerita PMM 3: Menelisik Mitos Batu Cinta di Situ Patenggang

Gambar
Tepian Situ Patenggang Dalam bahasa Sunda situ berarti danau, sementara patenggang berasal dari kata “pateang-teangan” yang berarti saling mencari. Konon Situ Patenggang merupakan keinginan dari Dewi Rengganis, kekasih Ki Santang. Bermula ketika pasangan ini terpisah sekian lama dan saling mencari, hingga dipertemukan kembali dan Dewi Rengganis meminta pada Ki Santang untuk dibuatkan danau beserta perahunya. Tempat bertemunya sepasang kekasih ini berlokasi di Batu Cinta yang terdapat di Pulau Asmara di tengah-tengah Situ Patenggang. Mitosnya lagi jika sepasang kekasih mengelilingi Batu Cinta, maka hubungannya akan awet alias langgeng. Terlepas dari segala mitosnya, Situ Patenggang merupakan tempat cantik yang dikelilingi oleh perkebunan stroberi dan teh. Di sana kami menikmati makan siang di tepian danau dengan pemandangan alam yang menyejukkan mata. Selesai makan siang kami pun menyusuri danau dengan menyewa perahu yang didayung oleh masyarakat lokal menuju Batu Cinta. Sayangnya

Cerita PMM 3: Harmoni Keberagaman di Saung Angklung Udjo

Gambar
Angklung di Saung Angklung Udjo Sabtu (30/ 09) usai dari Museum Geologi Bandung, kami menuju ke destinasi terakhir, Saung Angklung Udjo. Aku rasa ini benar-benar destinasi terakhir yang paling menyenangkan diantara semua destinasi yang sudah kami kunjungi selama kegiatan Modul Kebhinekaan. Begitu sampai di Saung, kami lantas mengambil tempat untuk makan siang dahulu. Menu makan siang ini benar-benar memperbaiki gizi kami sebagai anak kosan, ada ayam, daging, sayur dan buah. Biasanya aku di kos hanya makan mie instan ataupun makanan sembarangan tanpa memperhitungkan kandungan gizinya, selagi itu membuat perut kenyang. Usai makan siang kami lanjut untuk mengambil tempat duduk di balai utama. Aku dan teman-teman kelompokku duduk di barisan paling belakang. Di tempat itu, kami diajak menyaksikan kebudayaan Sunda dan Nusantara. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan diiringi alunan alat musik angklung, sungguh indah sekali. Kemudian MC yang memandu acar

Cerita PMM 3: di Museum Geologi Cerita Kita Terpatri

Gambar
Sabtu (30/ 09) merupakan kali keduaku berkunjung ke Museum Geologi Bandung. Saat kunjungan pertama, aku melihat pameran fosil manusia purba Sangiran. Kali ini aku berkunjung lagi untuk memenuhi kegiatan terakhir Modul Kebhinekaan PMM 3 Universitas Padjadjaran. Sebenarnya aku merasa biasa saja untuk berkunjung ke sana, sebab aku sudah lebih awal mengetahui isi dari museum tersebut. Namun, ada satu hal yang membuatku bersemangat hari itu, akan ku ceritakan di paragraf bawah. Perjalanan dimulai pagi sekali, berangkat dari kampus UNPAD menuju museum dengan suasana yang berbeda dari sebelumnya. Bis yang kami tumpangi tidak seperti bis biasanya, bis kali ini dengan fasilitas yang apa adanya dan tidak selengkap bis minggu-minggu sebelumnya. Ditambah pada saat hendak berangkat, bis kami secara tiba-tiba membuat terkejut dengan mundur dan mengerem mendadak. Sontak seiisi bis menjerit kaget dan takut. Dengan nada panik kami berucap,  “pelan-pelan pak sopir,”  ada juga yang berucap  “aman kan pak

Cerita PMM 3: Awal Perjalanan di Kampus Biru Donker, Universitas Padjadjaran

Gambar
26 Agustus 2023, betapa riang gembiranya aku menyambut hari pertama sebagai mahasiswa baru di Universitas Padjadjaran. Meskipun hanya untuk bertukar sementara, setidaknya aku pernah merasakan belajar di kampus impian.  Dengan penuh semangat, menembus dinginnya pagi di Jatinangor aku berjalan menuju Gor Jati untuk kegiatan pertama Modul Nusantara.  Perjuangan panjang, akhirnya mengantarkanku pada jejak baru. Penuh pengorbanan untuk bisa meraih titik ini. Berdiri di barisan warna warni almamater, menggambarkan keberagaman dari seluruh penjuru negeri rasanya bangga sekali.  Ini adalah langkah awal bagiku menjelajah pengetahuan dan nilai-nilai budaya di tempat yang baru. Mengawali kegiatan, kami disambut hangat oleh pimpinan Universitas Padjadjaran. Bahkan turut hadir Teh Asri selaku ketua program PMM pusat dalam penyambutan tersebut.  Tak bisa ku bayangkan betapa bangganya aku bisa hadir di tengah-tengah ribuan mahasiswa PMM 3 yang secara resmi telah menjadi bagian keluarga besar UNPAD.

Bandung Lautan Cinta, Kemagisan Bandung dengan Segala Romantisasinya

Gambar
"Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah Geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan yang bersamaku ketika sunyi."  Siapa yang tidak kenal dengan puisi Pidi Baiq tentang Bandung? betapa romantis kota Bandung baginya. Pun bagi MAW Brower yang mengatakan Bandung (bumi Pasundan) lahir ketika Tuhan sedang tersenyum. Kedua orang itu adalah contoh dari banyak orang yang menemukan cintanya di kota Bandung, semagis itukah Bandung memberi kenyamanan? Sabtu (26/ 08) langkah yang disertai harapan ku bawa pada Bandung yang berjulukkan Kota Kembang. Menjelajah kemagisan Bandung, menjajal apakah aku akan sama seperti mereka yang menemukan cintanya di Bandung. Bermodalkan dua ribu rupiah naik kendaraan umum untuk sekali berangkat, aku memilih Braga dan Asia Afrika sebagai destinasi utama. Braga kalau ku lihat mirip seperti Malioboro yang ada di Jogja. Jika Jogja dikenal dengan keistimewaan budayanya, maka Bandung layak rasanya dikenal sebagai kota romantis di mana kisah cinta Dil

Orang Nias Ternyata Tak Terbiasa dengan Kata Berakhiran Konsonan, Tongkrongan Anak PMM 3

Gambar
Tongkrongan Anak PMM 3 Part 2 Malam itu, di kamar kos berukuran persegi yang aku huni, turut berkumpul lima anak lelaki dengan cerita-ceritanya yang renyah. Ada aku si anak Pujakesuma (Putra Jawa kelahiran Sumatera), Jo si anak Batak Toba, Andre si blasteran Jawa dan Melayu, Aldy si anak Batak Toba sama seperti Jo serta Eky si anak Nias. Obrolan kami awalnya acak dan mengalir saja, seperti terbawa arus sungai yang tak hentinya selalu hadir topik pembicaraan baru untuk dibahas. Hingga kemudian Aldy spontan berbicara dengan bahasa Batak Toba pun dialeknya. Kami yang di sana pun bingung dengan apa yang diucapkan oleh Aldy, kecuali Jo.  Tak mau ambil pusing, Eky mengambil alih dialog dengan bahasa kebanggaannya, Nias. Entah mengapa tidak bermaksud rasis gelak tawa pun keluar dari mulut kami. Apalagi si Aldy yang paling kekeh tertawa. Bahasa serta dialek Nias terdengar unik, apalagi saat dibawakan dengan nada cepat oleh Eky. Aku baru menyadari dari semua kata maupun kalimat yang diucapkan E

Jadwal Makan Gorengan di Indonesia, Tongkrongan Anak PMM 3

Gambar
  Beberapa para penghuni Pondok Kita berfoto di Gedung Sate, Bandung Tongkrongan Anak PMM 3 Part 1 Perbincangan anak lelaki dini hari bak kuliah 4 SKS. Segala teori kehidupan, konspirasi bahkan dunia gaib menjadi topik yang renyah dibahas.  Seperti biasa, setelah matahari bergantian tugas dengan bulan dan bintang, anak-anak lelaki penghuni Pondok Kita biasa melakukan perkumpulan. Di sudut kos-kosan, empat anak lelaki terlibat dalam dialog malam sampai dini hari.  Berlatar belakang daerah dan budaya yang berbeda, obrolan mengenai keragaman daerah asal menjadi seru.  Diwakili oleh Ario dan Fatur, Sulawesi Tengah tergambar dalam cerita mereka. Masih di tanah Sulawesi, Iqbal dengan ceritanya menggambarkan Sulawesi Selatan. Beranjak dari timur tepat ke arah Indonesia barat, Yogi mewakili Riau. Bergilir dalam mempresentasikan daerah masing-masing, anak-anak yang lainnya menyimak dengan penuh antusias. Hingga obrolan mengarah pada kebiasaan makan gorengan di daerah masing-masing.  Iqbal sebag