Orang Nias Ternyata Tak Terbiasa dengan Kata Berakhiran Konsonan, Tongkrongan Anak PMM 3

Tongkrongan Anak PMM 3 Part 2

Malam itu, di kamar kos berukuran persegi yang aku huni, turut berkumpul lima anak lelaki dengan cerita-ceritanya yang renyah. Ada aku si anak Pujakesuma (Putra Jawa kelahiran Sumatera), Jo si anak Batak Toba, Andre si blasteran Jawa dan Melayu, Aldy si anak Batak Toba sama seperti Jo serta Eky si anak Nias.

Obrolan kami awalnya acak dan mengalir saja, seperti terbawa arus sungai yang tak hentinya selalu hadir topik pembicaraan baru untuk dibahas. Hingga kemudian Aldy spontan berbicara dengan bahasa Batak Toba pun dialeknya. Kami yang di sana pun bingung dengan apa yang diucapkan oleh Aldy, kecuali Jo. 

Tak mau ambil pusing, Eky mengambil alih dialog dengan bahasa kebanggaannya, Nias. Entah mengapa tidak bermaksud rasis gelak tawa pun keluar dari mulut kami. Apalagi si Aldy yang paling kekeh tertawa. Bahasa serta dialek Nias terdengar unik, apalagi saat dibawakan dengan nada cepat oleh Eky.

Aku baru menyadari dari semua kata maupun kalimat yang diucapkan Eky hampir keseluruhannya tanpa berakhiran huruf mati alias berakhiran huruf vokal. 

Misalnya saja kata "Ona Niha" begitulah keturunan suku Nias menyebutkan dirinya serta kelompoknya yang dalam bahasa Nias berarti anak manusia.

Orang Nias ternyata tidak terbiasa dengan huruf konsonan sebagai akhiran kata. Ini disebabkan oleh bahasa Nias yang semua berakhiran huruf vokal.

Tentu saja logat Nias dalam mengucapkan bahasa Indonesia terdengar lucu. Sehingga ini mengundang gelitik kami termasuk Eky di kos saat mendengarnya melafalkan logat Nias. Misalnya saja dalam menyebutkan kalimat "mau liat kawan sakit," menjadi "mau lia kawa saki." 

Atau "makan-makan kacang," menjadi "maka-maka kaca." Dalam logat Niaas, setiap kata yang berakhiran konsonan akan dipenggal. Sehingga ini yang membuatnya terdengar lucu bagi kami orang selain Nias.

Di kos kami kebetulan ada dua anak Nias, Vicaris dan Eky. Namun Vicaris tidak turut dalam obrolan itu. Dari pembicaraan malam itu, aku belajar keragaman bahasa serta dialek dari suku bangsa di Indonesia. Suatu kekayaan yang tak ternilai dan mesti dilestarikan. 

Memang beberapa bahasa dan dialek terdengar lucu bagi kita yang asing mendengarnya, namun tidak etis juga jika terus mengolok-oloknya. Terima kasih Eky untuk hiburan, candaan dan pengetahuan barunya tentang bahasa serta dialek Nias.

Momen ulang tahun Eky. (kiri ke kanan atas: Vicaris, Fatur, Eky, Aldy dan Jo. Kiri ke kanan bawah: Ariyo, aku dan Andre. Serta dalam HP Iqbal)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Setelah Putih Abu-abu

Koalisi Hati dan Pikiran Dalam Dialog Diri

Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri