Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri

Dalam lelahnya sore menjelang malam, empat anak laki-laki di bilik sebelah sangat asyik dengan gitar dan lagu-lagunya. Sepertinya ini sudah menjadi rutinitas sepulang kerja praktik. Aku yang berisitirahat di kamar turut menikmati nyanyian mereka. Nyanyian sumbang yang bagiku sungguh indah, karena ada sudut pandang lain yang aku temukan dari keempat anak laki-laki itu.

Sudah hampir tiga bulan aku tinggal dalam satu mes dengan mereka. Kami sama-sama sedang melaksanakan kerja praktik di perusahaan kertas di kota kecil Perawang, Riau. Di kamar 1 ada Samuel dan Madan dari SMK Yapin, Pekanbaru. Sementara di kamar 2 ada Hardi dan Iwan dari SMKN 3 Mandau, Duri. Keempat anak laki-laki inilah yang selalu menjadi pelepas letihku dalam lagu-lagu yang dibawakan mereka.

Dari dalam kamar, aku mendengar Samuel dengan genjrengan gitarnya bernyanyi, diiringi teman-temannya yang lain. Mereka melakukannya di kamar Samuel. Menurutku Samuel cukup piawai dalam memainkan nada-nada lagu pada gitar. Barangkali itu sudah sering dilakukannya di Gereja. 

Meski begitu, kadangkala Samuel juga sering lupa lirik. Untung ada Hardi yang setia mengiringi, meski ia bernyanyi dengan nada yang berantakan. Sehingga, antara nyanyian Hardi dengan alunan gitar Samuel tidak selaras. Kemudian, si Iwan juga turut terlibat dalam nyanyian, meski dengan lirik yang belepotan. Sementara si Madan, hanya menjadi pendengar, ia cukup hemat untuk mengeluarkan suaranya.

Nyanyian mereka bagi orang yang mendengarkan mungkin terdengar sumbang, fals dan kacau. Aku akui hal itu sebenarnya, meski begitu ada hal yang membuatku terus menikmati nyanyian sumbang mereka. Keempat anak laki-laki itu tidak pernah saling mencela kesalahan satu sama lainnya. 

Meski Hardi membuat nada berantakan, tapi teman-temannya yang lain tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Begitu juga dengan Iwan atau Samuel yang kerap lupa lirik, selalu dikoreksi dengan baik oleh Hardi. Madan juga tidak pernah dipaksa untuk ikut bernyanyi oleh mereka. Semua bergembira dan menikmati nyanyian dengan penuh kehangatan.

Aku pikir keindahan nyanyian mereka bukan terletak pada harmoni yang mereka hasilkan. Melainkan pada kebersamaan dan kerukunan untuk saling menerima perbedaan dan kekurangan masing-masing. Dari yang sebelumnya tidak saling mengenal menjadi akrab dalam lagu-lagu sumbang yang mereka lantunkan. Mereka tidak peduli akan kacaunya lagu-lagu yang dibawakan, yang terpenting mereka menikmati. Tanpa mengolok-olok kesalahan satu sama lain.

Aku sama sekali tidak terganggu oleh mereka. Justru aku sangat menikmati dan mengapresiasi kebersamaan yang mereka buat. Tanpa saling mencela dan malah saling merangkul. Sampai hari ini dan hari-hari tinggal bersama mereka, momen ini adalah potret terindah yang ingin terus aku rekam dalam ingatan. 

Nyanyian mereka selalu membuat jiwaku segar kembali setelah lelah beraktivitas seharian. Pikirku, inilah pertemanan yang seharusnya. Semoga seterusnya hangat begini, berlaku juga kepada orang-orang yang mereka temui di tempat lain.

Foto bersama keempat anak laki-laki penghuni Mes BB10 (Kiri ke kanan: Penulis, Iwan, Madan, Samuel, Hardi)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bandung Lautan Cinta, Kemagisan Bandung dengan Segala Romantisasinya