Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri

Gambar
Dalam lelahnya sore menjelang malam, empat anak laki-laki di bilik sebelah sangat asyik dengan gitar dan lagu-lagunya. Sepertinya ini sudah menjadi rutinitas sepulang kerja praktik. Aku yang berisitirahat di kamar turut menikmati nyanyian mereka. Nyanyian sumbang yang bagiku sungguh indah, karena ada sudut pandang lain yang aku temukan dari keempat anak laki-laki itu. Sudah hampir tiga bulan aku tinggal dalam satu mes dengan mereka. Kami sama-sama sedang melaksanakan kerja praktik di perusahaan kertas di kota kecil Perawang, Riau. Di kamar 1 ada Samuel dan Madan dari SMK Yapin, Pekanbaru. Sementara di kamar 2 ada Hardi dan Iwan dari SMKN 3 Mandau, Duri. Keempat anak laki-laki inilah yang selalu menjadi pelepas letihku dalam lagu-lagu yang dibawakan mereka. Dari dalam kamar, aku mendengar Samuel dengan genjrengan gitarnya bernyanyi, diiringi teman-temannya yang lain. Mereka melakukannya di kamar Samuel. Menurutku Samuel cukup piawai dalam memainkan nada-nada lagu pada gitar. Barangkali

Tradisi Melayu Bengkalis, Gemerlap Lampu Colok Menyambut Idul Fitri

Gambar
Lampu Colok di Desa Pangkalan Batang, Bengkalis Pengaruh agama Islam yang melebur dalam kehidupan masyarakat mampu melahirkan beragam tradisi dan budaya khususnya dalam menyambut hari raya Idul Fitri. Menjelang hari raya Idul Fitri ada banyak cara masyarakat menyambut dan memeriahkannya dengan penuh sukacita.  Masyarakat Melayu Bengkalis di Riau misalnya, sudah berpuluh-puluh tahun langgeng dengan tradisi Festival Lampu Colok yang digelar setiap malam tujuh likur atau malam 27 Ramadan. Lampu colok merupakan lampu pelita tradisional yang biasanya disusun menyerupai bentuk Masjid. Tradisi ini menjadi bukti betapa kuatnya pengaruh Islam pada masyarakat Melayu Bengkalis. Dahulu lampu colok digunakan oleh masyarakat Melayu Bengkalis sebagai penerang jalan karena belum tersedianya listrik. Terlebih saat bulan Ramadan tiba, lampu colok disusun di jalan sebagai penerang menuju Masjid ataupun Surau.  Hingga kini kebiasaan menyalakan lampu colok masih eksis dan lestari saat bulan Ramadan. Kebias

Mengenal Indonesia Lewat Cerita dan Gurauan, Tongkrongan Anak PMM 3

Gambar
Penghuni Pondok Kita bersama Kang Alan saat Malam Keakraban Tak bosan para anak lelaki penghuni Pondok Kita selalu bertukar cerita mengenai daerah asalnya. Setiap topik obrolan pasti ada saja alur yang menyeret anak-anak lelaki itu untuk kembali menceritakan daerahnya. Cerita-cerita yang kadang dikemas serius, kadangkala juga dikemas renyah dengan gelak tawa.  Padahal sudah hitungan bulan, mereka termasuk aku berbagi cerita di bangunan kosan berlantai tiga itu. Tapi keunikan daerah masing-masing seakan tabungan yang tak pernah habis untuk diceritakan dalam setiap topik-topik obrolan. Di mulai dari cerita tentang awal ketibaan kami di Jatinangor, betapa kami saling mengeluh akan suhu Jatinangor yang lebih dingin dibandingkan daerah asal kami di Sumatera, Bali, Sulawesi dan Papua. Kami mengeluh sambil saling adu nasib betapa panasnya daerah asal kami. Yahya dengan ceritanya tentang kota Palu di Sulawesi Tengah yang panas pun dengan lucu menyeletuk. "Eh, kalian kalau mau tau panasnya

Cerita PMM 3: Warna-warni Keberagaman, Festival Budaya UNPAD Pecah!

Gambar
Gebyar Budaya: Wonderfull of Nusantara Pagi sekali tampak lelaki di cermin berbusanakan serba kuning hijau. Penuh percaya diri mengenakan busana yang disebut Cekak Musang dengan Tanjak di kepala serta Songket yang melilit di pinggang. Apa yang dikenakan merupakan identitas budaya kebanggaan masyarakat Melayu Riau. Lelaki itu adalah aku yang bersiap untuk perayaan Festival Budaya PMM 3 Universitas Padjadjaran. Bertepatan hari sumpah pemuda, menembus pagi dan berlaga dengan ayam yang baru terbangun dari lelapnya, aku berjalan menyongsong semangat dan energi muda. Sepanjang jalan aku dipandangi oleh orang-orang, pikirku mereka heran dan asing dengan apa yang aku kenakan. Aku lantas mempercepat langkahku, bukan karena malu menjadi sorotan tetapi aku punya tanggung jawab sebagai panitia dalam acara tersebut. Sialnya odong yang akan mengantar jemput peserta Festival Budaya belum tersedia pagi itu. Alhasil aku harus berjalan kaki mendaki jalanan UNPAD yang menanjak sampai ke Lapangan Merah te