Masa Depan di Ujung Puntung Rokok


Ilutrasi

Penulis : Yogi Kurniawan

Anak-anak dan pemuda merupakan aset berharga yang dimiliki bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang besar, peran anak-anak dan pemuda sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan masa depan bangsa ini. Apalagi Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2030 mendatang. Tentu perlu dipersiapkan generasi unggul sebagai sumber daya manusia berkualitas di masa yang akan datang untuk pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Namun apa jadinya jika anak-anak dan pemuda hari ini terindikasi akan dampak zat adiktif, seperti rokok misalnya. Rokok merupakan produk tembakau yang dikonsumsi dengan cara dibakar lalu dihisap. Sejumlah penelitian telah membuktikan bahaya rokok jika terus dikonsumsi, diantaranya seperti menyebabkan serangan jantung, gangguan pernapasan, bahkan parahnya sampai pada kematian. Para ahli juga menyebutkan bahwa satu batang rokok mengandung kurang lebih 4000 jenis zat berbahaya bagi kesehatan[1].

Efek samping ketika mengonsumsi rokok yaitu adanya ketergantungan atau kecanduan. Hal ini akibat kandungan nikotin dalam rokok yang dapat mencapai otak dalam waktu 15 detik setelah dihirup, sehingga menyebabkan efek adiksi pada perokok. Jika sudah candu akut maka akan sulit untuk berhenti dari  aktivitas merokok. Inilah yang dikhawatirkan terjadi pada anak-anak dan pemuda. Usia dini yang masih jauh dalam mengejar masa depan dihadapkan pada kecanduan merokok yang dapat merusak kesehatan.

Untuk itu, masyarakat dan pemerintah perlu melindungi anak-anak dan pemuda dari segala dampak bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Namun sayangnya, rokok sudah menjangkiti anak-anak dan pemuda Indonesia. Hal ini tentu menjadi permasalahan besar, bagaimana tidak angka perokok anak di Indonesia sangat tinggi, sehingga saat ini Indonesia sedang dalam keadaan darurat perokok anak. Dalam rentang waktu 5 tahun (2013-2018) prevalensi perokok anak terus meningkat dari 7,8% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018. Mirisnya lagi, jika hal ini diabaikan tanpa solusi, diperkirakan angka ini akan terus meningkat menjadi 15,95% pada tahun 2030 mendatang[2].

Tingginya angka prevalensi perokok anak di Indonesia merupakan ancaman bagi keberlangsungan masa depan bangsa Indonesia. Sebab dengan meningkatnya jumlah perokok anak, maka akan berdampak pada berkurangnya jumlah kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Jika demikian, harapan Indonesia pada bonus demografi di 2030 akan sirna. Selain itu, dampak dari kebiasaan merokok pada anak-anak dan pemuda yang merusak kesehatan, juga akan membebani anggaran yang dikeluarkan pemerintah pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk menanggung BPJS mereka akibat merokok. Lantas apa yang menjadi penyebab dalam meningkatnya jumlah perokok anak di Indonesia? Serta solusi apa yang dapat dilakukan guna menyelamatkan masa depan anak-anak dan pemuda Indonesia dari dampak bahaya rokok?

1. Industri Rokok Dianggap Sebagai Investasi Menguntungkan

Indonesia termasuk negara yang cukup memberi ruang pada industri rokok. Ini akibat dalih bahwa industri rokok merupakan investasi yang dapat memberi sumbangsih pada kas negara. Padahal kenyataannya berbanding balik, anggaran yang dikucurkan negara untuk menanggung BPJS masyarakat akibat merokok tidak sebanding dengan cukai yang diperoleh dari produk rokok. Pemerintah menggelontorkan subsidi untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per tahun sebesar Rp 48,8 triliun. Namun, 20% hingga 30% justeru digunakan untuk membiayai perawatan masyarakat yang ditimbulkan akibat merokok[3].

2. Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok yang Masif

Industri rokok seperti serigala berbulu domba yang secara masif melakukan promosi, iklan dan sponsor yang dikemas dengan menargetkan anak-anak dan pemuda sebagai sasarannya. Promosi dan iklan rokok dikemas sesuai gaya anak muda dan tak jarang juga diselipkan jargon yang berkaitan dengan kehidupan anak muda. Begitupun pada sponsor rokok yang menyasar pada kegiatan yang disukai anak muda, seperti olahraga, musik, dan lainnya. Tak jarang sebagai bentuk marketing industri rokok juga membuka beasiswa yang menjaring anak muda. Padahal di luar negeri beberapa negara sudah melarang total iklan, promosi dan sponsor rokok.

3. Harga Rokok yang Murah

Harga rokok yang murah dan dapat dijual secara ketengan juga menjadi dalang dalam permasalahan maraknya perokok anak di Indonesia. Menurut data dari Numbeo, Indonesia masuk peringkat ke 10 sebagai negara dengan harga 20 batang rokok Marlboro termurah di dunia. Di Indonesia harga 20 batang rokok Marlboro hanya US$ 1,97 atau setara dengan Rp 28.183 (kurs Rp 14.306/US$)[4]. Selain itu, penjualan rokok di Indonesia yang dapat dibeli secara ketengan atau eceran dengan harga berkisar seribu sampai dengan dua ribuan rupiah. Harga ini setara dengan harga jajanan anak-anak, jelas dengan herga tersebut dapat dijangkau dengan mudah oleh anak-anak. Dengan menyisihkan uang jajan, mereka dapat membeli sebatang rokok untuk dikonsumsi.

4. Ketersediaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Masih Terbatas

Permasalahan meningkatnya prevalensi perokok anak di Indonesia tidak hanya di dorong oleh faktor IPS maupun harga rokok yang murah. Terbatasnya kawasan tanpa rokok (KTR) di berbagai wilayah di Indonesia juga turut mendalangi permasalahan ini. Kita tidak dapat memaksakan orang lain untuk tidak merokok, namun kita perlu dalam mengatur kawasan-kawasan vital yang tidak diperbolehkan untuk merokok. Selama ini anak-anak dan pemuda menjadi peniru dari orang-orang tua yang merokok sembarangan. Sebab apa yang anak-anak lihat ketika orang merokok, itu akan dianggap sebagai hal yang normal dan biasa saja sehingga ini mendorong anak-anak dan pemuda untuk ikut merokok.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, adapun sebagai solusi yang dapat dilakukan guna menekan angka prevalensi perokok anak sebagai upaya menyelamatkan masa depan anak-anak dan pemuda Indonesia yang berada di ujung puntung rokok, adalah sebagai berikut.

1. Diperlukan Regulasi yang Kuat

Baru-baru ini pemerintah telah melakukan uji publik terhadap PP No. 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Desakan untuk merevisi peraturan tersebut demi masa depan anak-anak Indonesia sehingga sangat diharapkan dapat mengurangi angka perokok anak di Indonesia. Peraturan tersebut dianggap tidak mampu dalam mengendalikan perokok anak, sehingga perlu diperkuat dengan melakukan revisi. Walaupun ini bukanlah satu-satunya cara mengatasi permasalahan perokok anak, namun cara tersebut dapat memperbaiki celah regulasi yang masih dianggap lemah.

2. Mahalkan Harga Rokok dan Larang Penjualan Ketengan

Sejumlah negara telah membuat aturan ketat guna mengendalikan konsumsi rokok di negaranya, salah satunya dengan menerapkan tarif cukai rokok yang tinggi. Tingginya tarif cukai rokok maka akan menaikkan harga rokok. Namun, tidak semua negara memberlakukan tarif cukai yang tinggi termasuk Indonesia. Padahal masih murahnya harga rokok akan terus mendorong meningkatnya jumlah perokok anak di Indonesia. Selain itu penjualan rokok secara ketengan juga perlu dilarang agar sulit dijangkau oleh anak-anak.

3. Adanya Aturan Terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Dengan adanya kawasan tanpa rokok (KTR) akan menciptakan ruang aman bagi anak dan pemuda dalam mendukung tumbuh kembang dan kreativitas mereka. Selain itu, ketersediaan kawasan tanpa rokok juga akan menciptakan ruang sehat bagi orang-orang yang tidak merokok.

Kita harus menyadari bahwa permasalahan perokok anak di Indonesia bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak-pihak terkait saja. Tetapi inilah tanggung jawab kita bersama dalam menyelamatkan masa depan anak-anak dan pemuda Indonesia yang nyaris di ujung puntung rokok. Hal tersebut guna mencapai bonus demografi pada tahun 2030 mendatang.


Referensi :

1.      https://sardjito.co.id

2.      Bappenas

3.      https://katadata.co.id

4.      https://dataindonesia.id

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nyanyian Menutup Hari, Harmoni dari Perawang Kota Industri

Bandung Lautan Cinta, Kemagisan Bandung dengan Segala Romantisasinya